Tadi sore aku memesan air galon untuk di kosan. Beberapa
waktu kemudian seorang bapak-bapak mengantarkannya ke kosanku dan membantu
memasangkannya di dispenser. Selagi memasangkan itu dia menanyakan salah
satu kamar di kosan ini yang juga memesan air galon. Lalu dia bercerita
mengenai keponakannya yang sudah seminggu tak mebantunya karena keperluan
tertentu, hingga di harus mengantarkan pesanan-pesanan galon yang begitu
banyaknya.
“neng, kosan-kosan disini mah pada pesen airnya ke bapak
semua” sambil menyebutkan hampir seluruh daerah kosan di sekitar UIN. “makanya
cape banget, kamaren aja sampe jam 10 malam” lanjutnya. "lumayan juga" kataku dalam hati.
Setelah selesai memasangkannya aku membayar, sambil mencari
kembaliannya di tas si bapak lanjut bercerita. “nih kamar ini dulu sering
banget pesen galon” sambil menunjuk sebuah kamar yang sudah ganti penghuninya, “tapi
bukan mahasiswa UIN, mahasiswa XXX”. Kembalian sudah ada, aku mengucapkan
terimakasih.
Sebelum pergi si bapak kembali bercerita lagi, “tapi
kelihatan beda sih mahasiswa UIN sama yang bukan”, penasaranku muncul. “beda
apanya pak?” tanyaku. “ya itu, kalau mahasiswa XXX pakaiannya itu, haduh..
segini nih!!” sambil mengisaratkan celana “super pendek”. “bapak nganter galon
di luar, disuruh masuk, gak inget apa itu pakaiannya segimana, ckck” dia terus
bercerita sambil bergidig. “kalau mahasiswa UIN mah gak gitu, rapi” sambil
tertawa, “hehe” aku tertawa kecil. Si bapak itu kemudian pergi, mengantar galon
ke kamar yang lain.
Pernah juga satu waktu saat aku naik ojek, “neng, mahasiswa
UIN?” Tanya tukang ojek. “iya” jawabku. “kelihatan sih, soalnya beda”. “beda
gimana pak?” giliran aku yang bertanya, “iya kalau mahasiswa UIN kerudungan,
rapi-rapi. Kalau mahasiswa XXX keluar aja suka pake celana pendek, paha kemana-mana, kaos ketat, ya laki-laki mah
seneng-seneng aja liat yang gitu, tapi ya dianggap murah. Kalau cari istri kan
tetep aja nyari yang baik-baik, yang auratnya gak di pamer-pamerin”
***
Mungkin fenomena memamerkan aurat ataupun menutup aurat itu
bisa terjadi di seluruh kampus. Yang memamerkan auratnya tidak hanya mahasiswa
kampus XXX, tapi juga kampus UIN dan kampus yang lainnya. Dan yang menutup
aurat tidak hanya di kampus UIN tapi bisa juga di kampus XXX dan kampus lain. Aku
pikir ini keberkahan dari sebuah nama. Yang berimbas pada sebuah system.
UIN.. universitas islam negeri. Iya, embel-embel “islam”
yang tertera di nama kampus ini menjadi keuatan tersendiri dalam membentuk karakter
mahasiswanya. Tak dipungkiri mahasiswa yang masuk kesini banyak lulusan dari
Madrasah Aliyah dan juga pesantren, tapi tak sedikit juga dari SMA umum. Banyak
yang tadinya tak berkerudung, jadi berkerudung. Kewajiban bagi mahasiswi untuk
berkerudung jika berkuliah di UIN adalah dampak dari sebuah system, yang juga
konsekuensi dari sebuah nama yang jelas tertera di kop-kop surat, di gerbang
kampus, terpatri di gedung rektorat, tersebar diseluruh penjuru kampus –Universitas ISLAM
Negeri. Jilbab mungkin jadi awalan karakter yang melekat di UIN, kedepannya
semoga bertambah karakter-karakter islam lainnya.
Sekali lagi, ini berkah dari sebuah nama. Nama adalah doa,
semoga nama “islam” yang menjadi bagian dari nama kampus UIN ini, benar-benar
menjadi karakter yang melekat dalam diri semua mahasiswanya, menjadi identitas
dirinya, menjadi kepribadian dari masing-masing civitas akademika. Semoga!
“save our campus!”
Cibiru, 25 Juni 2012 – 21:27
Tidak ada komentar:
Posting Komentar