Rabu, 06 Januari 2010

Saat Sikap tak Sejalan dengan Perilaku

Dalam kajian psikologi sosial disebutkan bahwa komponen sikap terdiri dari tiga macam, yaitu kognitif, afektif dan konatif. Kognisi sendiri secara sederhana dapat didefinisikan sebagai segala kognisi yang dimiliki oleh seseorang mengenai objek tertentu (fakta, pengetahuan dan keyakinan tentang objek). Afektif yang kita tahu adalah berupa perasaan atau emosi seseorang tentang objek, terutama penilaian. Lalu yang terakhir konatif yaitu kecenderungan seseorang untuk berperilaku.

Misalnya di perpustakaan si D (bosen A terus) melihat ada seorang yang jatuh dari tangga dan terluka cukup berat. Apa sikap si D pada saat itu? Secara aspek kognitif si D tahu bahwa dia jatuh dan terluka jika tidak langsung ditangani bisa saja menyebabkan dia semakin parah, dari segi norma sosial bahwa menolong orang adalah suatu keharusan. Secara afektif akan timbul rasa kasihan terhadap orang yang jatuh tersebut. Lalu konatif si D mulai bermain, apa yang akan saya lakukan? Menolong! Ya Menolong! Dengan cara bagaimana? Apakah si D akan langsung menggendongnya lalu membawanya ke klinik? Atau si D akan berteriak meminta bantuan orang lain. Atau si D akan menolong dengan cara menendangnya sampai ke klinik? (kejam sih). Itu merupakan pilihan tindakan/ perilaku yang dapat dimunculkan. Dan ternyata si D justru meninggalkannya begitu saja dan pura-pura tidak tahu. Inilah saat sikap tak sejalan dengan perilaku.

Mengapa? Salah satu faktor yang menyebabkan sikap tak sejalan dengan perilaku adalah adanya tekanan. Ternyata orang yang jatuh itu adalah musuh gank si D. Jika menolongnya tentu si D akan dijauhi oleh anggota gank. See? Kita pasti geleng-geleng kepala tanda tak sepakat dengan tindakan si D. Walaupun dia musuh gank nya tapi menolong orang adalah sebuah kewajiban apalagi jika dia bermusuhan hanya hal sepele atau ego semata . Bukankah begitu?

Lalu, apa sikap kita melihat kedzoliman suatu rezim masih berkuasa dengan sewenang-wenang? Dan apa pula perilaku kita atas sikap tersebut?

Khusus untuk kawan-kawanku di yang kuliah di UIN, lihatlah kampus kita sekarang! Pemimpin kita sudah tak jelas, sistem birokrasi kita amburadul, mari kita berjuang bersama untuk merubah kondisi ini. Karena aku yakin sikap kita adalah tak menerima kampus UIN seperti itu. Karenanya.. segera bertindak. Kamu bebas memilih, tak ada tekanan, tak ada ancaman yang berarti jika kamu mahasiswa sejati!

Epilog:
Musyawarah Senat Mahasiswa (MUSEMA) dilaksanakan di Pangandaran oleh “perwakilan” senat-senat fakultas (tidak semua fakultas). Entah apa maksudnya MUSEMA dilaksanakan disana , entah dari mana dananya, dan entah apa yang mereka lakukan…

Tidak ada komentar:

Posting Komentar