Beberapa hari ini ramai pemberitaan mengenai kancing bawah
jas Jokowi yang mungkin terlupa untuk dikancingkan. Hal tersebut dianggap
menjadikan penampilan Jokowi sangat tidak rapi (dan katanya juga memalukan, menjatuhkan
wibawa), apalagi itu terjadi saat acara kenegaraan. Lalu muncullah pertanyaan,
bukankah disitu ada istrinya? seharusnya istrinya lah yang memastikan kerapian
pakaian sang suami. Itu tanggungjawab istri, -katanya.
Saya pikir memang demikian, tapi bukan berarti itu 100%
kesalahan istri, bisa saja kan mereka berdua sama-sama tidak ngeuh. Khilaf. Hanya
saja, memang sudah seharusnya istri siaga
menjaga kewibawaan/kehormatan suaminya, salah satunya masalah pakaian. Dengan
catatan, suami pun demikian terhadap istri.
“sudahlah, jangan dibesar-besarkan, itukan hanya masalah
kancing jas saja” ada juga yang bernada seperti itu. Benar juga, tapi sayangnya
Jokowi seorang presiden suatu Negara yang akan selalu menjadi sorotan jutaan
orang. Yang juga dipundaknya dibebankan kewibawaan dan kehormatan bangsa. Maka
ya wajar-wajar saja jika menjadi bahan pembicaraan.
Bagaimana jika itu terjadi pada kita yang bukan presiden
atau orang terkenal. Baju yang kita kenakan ada yang robek saja mungkin hanya
jadi sorotan beberapa orang atau bahkan mungkin tak ada yang peduli.
Ini cukup membuat ‘heboh’ padahal hanya masalah pakaian yang dikenakan oleh fisik, oleh raga semata, dan hanya menjadi penilaian makhluk yang kadang juga memiliki standar ganda. Pertanyaan besarnya adalah “Bagaimana jika itu masalah keimanan dan ketakwaan? apakah hanya presiden yang menjadi sorotan?” Jelas tidak! Allah tidak membeda-bedakan seseorang melalui jabatannya atau kedudukannya di dunia. Dalam urusan ini kita pun menjadi sorotan. Bahkan menjadi sorotan Penguasa segala makhluk.
Jika keimanan dan ketakwaan seseorang ada yang ‘kurang’ atau
‘tidak pas’ siapa yang bertanggung jawab atas hal itu? selain dirinya sendiri
tentu saja pasangannya, anaknya, orangtuanya, atau saudaranya dan juga saudara
seiman. Sama seperti insiden kancing jas Jokowi, jika seorang suami alfa untuk
bersedakah, sudah seharusnya istri yang mengingatkan, istri turut menjaga
kedudukan suaminya, bukan dimata makhluk, tapi langsung dimata Allah. Jika
istri berbuat maksiat, tentu saja suami yang bertanggungjawab untuk memperbaiki
kesalahan itu, agar penilaian Allah tetap baik bagi istrinya.
Seperti juga Jokowi yang jika ada kekurangan maka akan
berdampak besar bagi bangsa, keimanan dan ketakwaan pun jika bermasalah akan
berdampak pada keluarga, orang-orang sekitar, masyarakat dan bahkan juga
bangsa. Seperti jika ada bencana di suatu negara, bisa saja itu azab dari Allah
karena orang-orangnya banyak berbuat maksiat, kurang ketakwaannya pada Allah. Jika
ada satu anggota keluarga yang berbuat maksiat, bisa jadi itu penghalang rezeki
keluarga. Atau seorang ibu yang lalai beribadah, lalu dampaknya anaknya pun
ikut lalai dalam beribadah dan terbawa terus hingga ia dewasa. Tanggungjawab
siapa itu? Kita. Yuk, saling
mengingatkan…
Cianjur, 11 Februari 2015 - 00:41
yah bener2, btw nice for posting
BalasHapus1. Keesamus Fans
2. www.enasnasrudin.com