Jumat, 12 November 2010

Tarbiyah Dalam Seorang Vera

Bismillah

Dulu, sering terlintas dalam benakku, mengapa aku berada dalam jama’ah ini? mengapa aku berada dalam lingkungan tarbiyah? mengapa aku bertahan dengan berbagai konsepnya? Sering pertanyaan-pertanyaan seperti ini muncul dan tak jarang membuat aku futur/ nge-drop. Latar belakang keluargaku bukan orang pesantren, bukan orang yang sangat paham agama, dan bukan juga keturunan kiai. Keluargaku hanya keluarga kecil yang berusaha mencari dan menjalankan ideology islam dengan semaksimal mungkin.

Hal yang sangat aku syukuri diantara begitu banyak nikmat-Nya adalah dipertemukan dengan jama’ah tarbiyah. Waktu SMA kelas 1 aku masuk ekstrakulikuler rohis/DKM sebagai pilihan ekstrakulikuler lain selain Pramuka dan KIR (kelompok Ilmiah Remaja). Terus terang waktu itu tujuanku agak gimanaa gitu.. yaa.. Cuma mem-backup sisi religiusku dan juga skill organisasiku. Dan disini aku bersyukur, saat itu keluargaku, selalu men-support untuk terus aktif di rohis.

Masa Orientasi Siswa
Sudah menjadi tradisi di SMAN 2 Cianjur (SMANDA) pada hari terakhir MOS selalu diadakan demonstrasi seluruh ekstrakulikuler. Saat demonstrasi ekskul rohis, ada akang yang ganteng, haha.. (maklum dulu akunya juga masih ‘lucu’). Wess.. langsung deh si akang itu jadi kecengan siswi-siswi waktu itu. Apalagi dia anak rohis, “pasti” sholeh. Tambah kuatlah keinginanku masuk rohis.. niat polosku masuk rohis ternyata sedikit ternodai dengan motivator tambahan: si akang ganteng! T.T

Mentoring
Tibalah waktu menjalani agenda khas dari kumpulan keislaman, yaitu mentoring, setelah sebelumnya ada kumpulan-kumpulan terlebih dahulu (perkenalan). Disini yang sangat aku syukuri yaitu aku ditempatkan dikelompok yang pementornya adalah salah satu kader tarbiyah terbaik di Cianjur yang juga alumni SMANDA. Karena belakangan aku ketahui bahwa pementor (yang semuanya Alumni smanda) tidak dari 1 warna keislaman. Lagi-lagi ini adalah settingan Allah melalui tangan seorang manusia.

Proses mentoring ini yang menjadi bekal menjalani kehidupan SMA-ku, masa remaja yang labil, masa storm and stress, egois, narsis, dll. Dari sini pula aku belajar berbusana yang baik, sedikit demi sedikit mengaplikasikan perilaku islam, ilmu agama yang terus di-update, teman-teman yang selalu mengingatkan, dan disini juga aku baru tau kalo gak boleh pacaran!! Oalaaahhh..! (-_-?)

LIQO
Saat kelas 3, adalah saatnya melepaskan kepengurusan untuk dilanjutkan oleh generasi terbaik bangsa. Katanya kita mah harus fokus ke Ujian Nasional. Dan Allah memberikan pemanis diakhir kepengurusanku: sahabat sekaligus saudara yang solid “panitia 8”, karena kelas 3 yang aktif sampai akhir memang tersisa hanya 8 orang. Lalu kegiatan ngaji anak-anak kelas 3 yang tersisa itu dialihkan di luar sekolah dan juga dengan pementor yang berbeda. Yang kemudian aku ketahui, ini namanya LIQO, :D. kelompokku terbilang kelompok mini, hanya 4 orang termasuk si tetehnya.

Disini mulai aku mengenal tarbiyah, tapi jujur, aku tak mengenal partai yang berbasic tarbiyah. Karena si tetehnya sendiri tak pernah membahas mengenai kepartaian (apa aku yang gak merhatiin ya? :D) dan tidak juga menyuruhku mengikuti agenda partai. Yang pasti aku merasa enjoy, merasa tertarik pada satu ajaran islam yang ditawarkan memalui konsep tarbiyah. Tak ada beban apapun, senang, tenang dan banyak chemistry-nya. Waktu kelas 3 itu, yang paling ditanamkan ada bagaimana menjadi seseorang yang mengenal Allah dan selalu bergantung pada Allah, serta berusaha untuk mendapatkan ridho-Nya. Disini juga aku benar-benar mencintai Islam, mencintai ajaran islam dan tentu saja mencintai Allah.

KULIAH
Aku bersyukur karena waktu masuk ke UIN, ada seorang teteh yang menawarkan untuk mengikuti bimbingan tes masuk UIN. Teteh itu dari hima PUI. Aku dan orangtuaku langsung setuju, secara kasat mata bagus kan bimtesnya dari warna islam. Dan ini hal yang benar-benar aku syukuri, coba kalo ada oraganisasi X, Y ato Z yang juga berwarna islam tapi islam nyeleneh, kan gawaaatt!!! Bersyukur, bener-bener bersyukur di pertemukan kembali dengan tarbiyah. Walaupun aku belum dilepas sepenuhnya sama si teteh (murobbi) ku yang di Cianjur a.k.a masih dalam penjagaan.

Dunia Pasti Berputar
Fase fluktuatif “ke-tarbiyah-an”ku adalah masa kuliah ini. Males liqo lah, banyak protes, bolos agenda, jadi kader yang bandel, gak mau ikut mabit dan kenakalan-kenakalan lainnya. Sempat muncul kekecewaan terhadap saudara-saudara/ sesama kader, sempet merasa bosan berada di jama’ah, dan selalu mempertanyakan seberapa penting hidup dalam jama’ah. Fase ini cukup lama aku lewati, namun satu hal yang aku pegang adalah jangan menjauh dari titik pusat.

Terus terang aku sedikit shock saat mengenal dunia tarbiyah di kampus. Berbagai aturan, berbagai keharusan, berbagai larangan, dan berbagai sistem harus aku jalani. Mulai dari hijab yang super ketat, aturan khusus untuk akhwat, kegiatan yang harus n yang gak boleh, dan banyak lainnya aku temui di kampus. Seperti biasa, semua aturan yang tak aku pahami jarang aku ikuti. Aku ingin bergerak dengan apa yang aku pahami, tidak membeo, tidak mengekor, tidak seperti robot. karena dari tarbiyah sendiri aku belajar “pertanggungjawaban di hadapan Allah adalah masing-masing”.

Memaknai dengan Hikmah
Tak mungkin aku terus-terusan hidup dalam “kebandelan”ku. Akan timbul sikap oposisi yang lekat dengan kecemasan. Mencoba merenungi sejenak perjalananku dalam tarbiyah. Aaahhh,, ternyata banyak yang terlewatkan!

Apa aku lupa dengan jasa tarbiyah dalam mengenalkanku pada keislaman?
Apa aku lupa bahwa tarbiyah telah mengajakku mendekat pada Allah?
Lupakah aku saat tarbiyah memotivasiku untuk selalu mendapatkan ridho Allah?
Tarbiyah yang menjagaku dari terkaman ideology lain
Tarbiyah juga yang membantuku dalam misi yang diberikan Allah pada seluruh manusia “khalifah fil ardi”.
Tarbiyah yang memberiku saudara-saudara yang selalu mencintaiku..


Dan banyak hal yang tak bisa aku ungkapkan semuanya disini.

Begitu banyak yang terlewatkan, dalam artian melewatkan berbagai hikmah, melewatkan berbagai isi dari apa yang aku dapatkan. Contoh kecil adalah ketika harus menjaga hijab dengan lawan jenis yang super ketat. Apa konsep ini salah? TIDAK! Menjaga hijab adalah menjaga izzah kita, menjaga dari fitnah, dan menjaga dari bisikan syetan sebagai pihak ketiga :D. Lalu apa harus kaku? Hee..Lawan jenis itu bukan alien yang harus dijauhi, berinteraksi secara wajar sah-sah aja kan??

Contoh kecil lain saat sodara-sodara yang lain kerap menggunakan “antum-ana”, bukan berarti hal yang harus di lakukan juga kan? Gue-elu, aku-kamu, saya-anda, tak menjadi masalah, selama sesuai norma. Atau mengenai keidentikan akhwat dengan jilbab yang sangat panjang, intinya kan bukan jilbab yang panjang, tapi konsep menutup aurat yang sesuai dengan syariat yang ditekankannya.

Ada yang tsawabit ada yang mutagoirat alias ada yang menjadi prinsip yang sudah menjadi ketetapan ada juga yang dinamis. Yep! Temukan polanya!

Memaknai dengan hikmah membuatku tak menganggap tarbiyah sebagai doktrin yang kaku dan seolah-olah memperlakukan kadernya seperti robot. Tidak seperti itu! aku pikir tarbiyah adalah salah satu pilihan jalan hidup yang bisa diambil oleh setiap orang ataupun diabaikan oleh semua orang. Bagiku tarbiyah adalah wadah yang mengusung kemenangan Islam. Bereksplorasi didalamnya, munculkan dan aplikasikan!

Saat ini setelah keluargaku, aku anggap tarbiyah adalah rumah kedua. Yang melindungiku dan juga aku bergerak bersama arus didalamnya untuk tujuan yang insyaAllah, diridhoi-Nya.

Apa aku berusaha jadi kader yang baik dan benar? Aku harap begitu. Namun, tak ada sesuatu yang sempurna, padahal disisi lain manusia dituntut untuk lebih baik dari hari ke hari. Aku masih terus berusaha menjalani sesuatu dengan kesadaran. So, jadi kader yang “bandel” dikit gpp kan?? :D


Cibiru, 4 November 2010 – 22:46
(11 jam 24 menit menuju UTS Metodologi Penelitian II)

1 komentar: