Sabtu, 27 November 2010

Alhamdulillah, Allah Menciptakan Lupa


Pada hari selasa tanggal 16 November 2010 (satu hari sebelum lebaran qurban), aku masih mengikuti kuliah Aplikasi Psikologi Sosial (APS). Hari itu, kami membahas mengenai psikologi pemaafan. Tidak seperti kuliah APS biasanya yang selalu full membahas materi, kali ini setelah sedikit materi kami disuruh mengingat kesalahan yang paling besar kepada:

1. Pada orang yang tidak dikenal

2. Pada orang yang dikenal (teman biasa)

3. Pada teman dekat/ teman hidup

4. Pada saudara/keluarga

5. Pada orangtua

Terus terang saat itu, aku agak kesulitan memikirkan KESALAHAN YANG MANA yang sekiranya paling besar, mungkin saking banyak kesalahan yang telah aku lakukan. mikir.. mikir.. mikir.. lalu coba dituangkan dalam sebuah tulisan singkat. Setelah itu dosennya menceritakan sebuah kesalahan yang telah beliau perbuat saat masa kuliah dulu. Kesalahan yang sepertinya “kecil” saat itu, tapi setelah mengetahui dampaknya kemudian,beliau benar-benar merasa sangat bersalah, sangat terpukul dan yang paling menyesakkan adalah ketidakmampuan untuk meminta maaf dan menebus kesalahannya, karena orang yang beliau anggap sudah didzolimi ternyata sudah almarhum. Sungguh menyesakkan hati. Lalu beberapa mahasiswa menceritakan kesalahan yang mereka buat, walaupun pembawaannya jadi agak-agak lucu..


Sesi berikutnya kami diminta untuk mengingat KESALAHAN YANG ORANG LAIN LAKUKAN PADA KITA. Dan menurutku ini lebih susah dari tugas yang pertama. Mikir.. mikir.. mikir lagi.. waaahh ternyata susah! Heu.. kalo ini aku pikir bukan karena terlalu banyak kesalahan orang lain pada kita, tapi lebih tepatnya aku yang tak terlalu memperdulikan semua itu. Namun setelah berusaha, sedikit demi sedikit bayangan kesalahan orang-orang padaku terlintas dalam benakku. Dan entah proses seperti apa yang terjadi dalam tubuhku, hingga ada sakit hati yang aku rasakan.


Lalu suatu hari aku dan beberapa temanku terlibat dalam pembicaraan yang sangat penting. Diantara orang yang ada saat itu, kami terpecah pada suatu sikap yang berbeda. Pembelaan, argumen, rasionalisasi, depend, menyalahkan orang lain, membeo, intonasi bicara yang tinggi, tak mau kalah, keras kepala, apatis, dan banyak yang lainnya hadir dalam satu pembicaraan itu. bagiku itu terlalu menyakitkan. Banyak sayatan-sayatan yang aku rasakan, dan mungkin mereka pun merasakan hal yang sama.


Saat aku merasakan sakit tersebut, saat itu pula aku bersyukur bahwa Allah menciptakan LUPA. Ya aku bersyukur atas LUPA yang dialami manusia. Mengapa? Karena dengan lupa, beban yang begitu berat tak selalu menghantui dalam setiap detik kehidupanku. Aku tak bisa membayangkan, apa jadinya jika hati terasa begitu sesak, merasa bersalah, sakit hati karena menyakiti, dan rasa sesal yang begitu dalam karena kesalahan yang aku buat pada orang lain, terus hadir dalam detik-detik kehidupanku. Pasti akan sangat melelahkan, walaupun untuk yang satu ini tentu saja kita “lupakan” setelah meminta maaf pada orang yang terdzolimi dan bertaubat pada Allah.


Begitupun dengan “kesalahan” yang orang lain lakukan padaku. Aku fikir, aku tak mungkin mampu saat harus dibayangi rasa sakit hati setiap saat, terus menerus ingat rasa sakit yang aku alami. Bisa jadi sepanjang hari aku akan menangis, sepanjang hari aku mengalami depresi atau jadi manic disorder, atau hippomanic atau gangguan mood lainnya. Waahh,, hidup ini begitu menyakitkan sepertinya! Tapi Allah menganugerahkan lupa, dan beban itu perlahan menghilang. Alhamdulillah..


Saat kita mencoba memaafkan kesalahan orang lain pada kita, lalu Allah pun menghadiahi LUPA pada kita, maka ini patut kita syukuri kan? bukankah beban itu jadi berkurang, perasaan menjadi lega, dan hidup dengan bahagia. Karena bahagia terletak pada perilaku BERSYUKUR yang kita miliki. Begitukah? :)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar